Rabu, 25 Maret 2009

rapat koordinasi tim produksi

Jika sebelumnya rapat dilakukan secara parsial, kali ini seluruh tim yang terlibat dapat berkumpul untuk membahas pola garap Di Bawah Lapisan Es.











Senin, 23 Maret 2009

Press Release
Pertunjukan Teater “DI BAWAH LAPISAN ES" by Falk Richter

____________________________________________________________________

Apakah mainteater? Mungkinkah hanya sebuah komunitas teater yang mewadahi anggotanya untuk berteater, memfasilitasi sebagai alat refleksi berekspresi atau gudang para pecinta seni. Seyogyanya tidak hanya itu! mainteater bandung adalah lembaga nirlaba yang dibentuk pada tahun 1994 oleh beberapa teaterawan dari Indonesia dan Australia. Tujuan pembentukannya adalah untuk membina pertukaran kebudayaan antarbangsa melalui program pertunjukan teater serta pengkajian seni budaya pada umumnya. Program ini dirintis untuk mengetengahkan visi baru dalam perumusan serta penggalian berbagai kemungkinan pemahaman tentang persoalan-persoalan interkulturalisme dalam teater. Oleh karena itu, dalam pemilihan naskah dan pementasan, mainteater memang tidak main-main.

Di Bawah Lapisan Es menjadi kolaborasi kedua kalinya antara mainteater dan kineruku (komunitas film independen), setelah sukses mementaskan Electronic City dalam tur empat kota: Bandung, Bali, Surabaya, dan Jakarta; yang merupakan bagian pertama dari tetralogi Das System. Di Bawah Lapisan Es sendiri adalah naskah kedua setelah Electronic City yang ditulis oleh Falk Richter, seorang multitalentis yang menulis dan mementaskan drama-drama, bahasanya merangkul seni yang menyesuaikan diri dengan dunia bisnis dan dunia perantara yang penuh kritik. Pementasan Di Bawah Lapisan Es disutradarai oleh teaterawan Indonesia dan komando mainteater, Wawan Sofwan.

Di Bawah Lapisan Es bercerita tentang suatu masa ketika sistem perekonomian kapitalisme didewakan oleh pemimpin-pemimpin perekonomian. Mereka mengadu pemikiran dan ide untuk menarik konsumen masuk ke dalam dunia kapitalisme sebagai pioner unggul dalam kehidupan perekonomian dunia; sedangkan di sisi lain, substansi kapitalisme hanya memiliki kulit luar yang menguntungkan tetapi kebusukan di dalamnya. Apakah dunia baru yang terbentuk dari kapitalisme akan membawa kedamaian dan harapan baru atau kehancuran? Di Bawah Lapisan Es akan meracik dan menyajikannya secara cerdas dan matang untuk membuka mata dan pemikiran Anda.

Selasa, 17 Maret 2009

foto ensamble

Ensamble mainteater bandung, untuk produksi Di Bawah Lapisan Es












proses produksi

Proses produksi pementasan Di Bawah Lapisan Es telah berjalan. Masing-masing divisi produksi telah membuat rancangan kerja dan mendiskusikannya dengan keseluruhan tim.



Tim produksi, sutradara, dan video artist sedang berdiskusi mengenai naskah



Sutradara melakukan reading dan bedah naskah bersama pemain



Divisi produksi, berkutat pada masalah administrasi

Minggu, 15 Maret 2009

proses

Proses reading sudah dimulai sejak 02 Maret 2009.





sinopsis

Pelaku bisnis melakukan sebuah konferensi yang menginginkan membangun sebuah dunia lain yang baru yang mereka ciptakan sendiri, yakni produk ekonomi yang mengarah pada kapitalisme. Mereka memikirkan cara bagaimana menarik konsumen untuk masuk ke dalam sistem kapitalis mereka. Mereka sanggup menanggung resiko, dan dunia akan dihancurkan untuk diganti dengan dunia kapitalisme mereka. Dunia kapitalisme akan menjadi dunia baru bagi mereka, sementara dunia kapitalisme tengah diambang kehancuran saat ini.

kegiatan

Kegiatan ini akan dikemas dalam sebuah rangkaian kegiatan yang meliputi pementasan dan diskusi. Berikut penjelasan secara rinci masing-masing kegiatan:

a. Pementasan teater Di Bawah Es
Lokasi pementasan teater Di Bawah Lapisan Es dilakukan di Bandung


b. Diskusi
Agar pementasan Di Bawah Lapisan Es tidak hanya mengedepankan estetika semata, maka serangkaian kegiatan juga menggelar diskusi seusai pementasan, yaitu:

◘Krisis Global dalam Persepsi Sosial Budaya. Relevankah teater dijadikan medium kampanye yang dapat dipakai sebagai motivasi untuk penyadaran gerakan sosial budaya? Disini dapat diperdebatkan bagaimana efektivitas kegiatan seni budaya, khususnya seni peran (teater) sebagai media informasi dan komunikasi publik, sekaligus sebagai media pendidikan; serta seberapa jauh peran yang dapat diambil oleh para pegiat seni budaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam konteks ini khususnya menggagas inisiatif kesadaran dan perlawanan rakyat menghadapi arus kapitalisme yang terus menggerus.

tim kerja

Pimpinan Produksi : Anita Gayatri
Keuangan Produksi : Zhu Khie Thian
Media Relation : Fitriyani Ramadhanty, Osi Prisepti
Publikasi : Ratu Selvi Agnesia
Marketing : Pradetya Novitri, Hilda Asri Widyastuti, Auliyaa Khaddam Albanaa
Diskusi Publik : Zhu Khie Thian
Penerjemah : Heliana Sinaga

Sutradara : Wawan Sofwan
Skenografi : Jalaludin
Ast. Artistik : Wawan Hermawan
Penata Lampu : Deden Bulqini
Penata Kostum : Fitri Kenari
Penata Musik : Dody Satya Ekagustdiman
Video Art : Ariani Darmawan, Joedith Tjhristianto, Dolly Isnawan
Desain Grafis : Sari Asih, Dita Rosmaritasari
Stage Manager : Danny Muhammad Ramdan

Pemain : Sahlan Bahuy, Deden Syarip, Valent, Pusita Hadiati

persiapan karya

Persiapan dalam mementaskan naskah ini diantaranya diskusi mengenai isi naskah antara penerjemah dan sutradara, kemudian dengan tim produksi (penata lampu, penata kostum, penata musik, video art). Selain itu, kami juga akan mengundang beberapa pihak untuk membicarakan mengenai point-point besar dalam naskah. Kami akan berdiskusi dengan seorang psikolog yang akan mengulas tipikal manusia modern, berdiskusi dengan Agung Hujatnikajenong untuk masalah seni rupa (multimedia), dengan salah satu analis yang akan berdiskusi masalah perekonomian global dan kapitalisme, serta akan berdiskusi dengan dosen sastra Jerman UNPAD mengenai isi naskah dan kontekstual/interpretasi sastranya. Kami juga akan mengikuti perkembangan perekonomian (termasuk harga saham) di media massa dan mendiskusikannya.

wawan sofwan

Wawan Sofwan (lahir di Ciamis, Jawa Barat, 17 Oktober 1965), adalah aktor dan sutradara teater Indonesia. Lulusan kimia dari IKIP Bandung (sekarang UPI) pada tahun 1991, ia mulai aktif dalam bidang teater sejak tahun 1984 di Student Theater IKIP Bandung dan kemudian pada tahun 1986 melanjutkan pembelajaran teater di Studiklub Teater Bandung, yang merupakan salah satu teater modern yang tertua di Indonesia. Naskah drama yang telah dipentaskannya adalah King Lear, Impian di Tengah Musim, Julius Caesar, Don Carlos dan lain-lain. Ia mulai mendalami monolog pada tahun 1994. Monolog yang sudah dipentaskannya adalah Oknum, Dam, Laporan untuk Akademi, Zarathustra, Indonesia Menggugat, Kontrabass dan The Story of Tiger. Tahun 1999 ia mulai meyutradarai; pentas yang pernah disutradarainya, al: Art (Yasmina Reza), Disco Pigs (Enda Wals), Faust I (Goethe), Fragmen opera La Boheme (Pucini), Saudagar Venesia (Shakespeare), Musical "Honk", Musical "Mary did you know", Nuri dan Lokomotif Lipang, Electronic City (F. Richter), Fashion Performance "Ti Iwung Nungtung ka Padung", Opera Dido Aenias (H. Purcel), Konser Bimbo 40 tahun, Nyai Ontosoroh (Pramudya A. Toer/Faiza Marzuki), Kehidupan di Teater (David Mamet), dan Sandekala (adaptasi novel Godi Suwarna). Selain itu, Wawan Sofwan juga mendapat beasiswa dari Goethe Institut Jerman untuk belajar Bahasa Jerman dan mempelajari Research Theater dari tahun 1995 hingga 1996. Kemudian, antara tahun 1996-2000, ia mulai mengikuti berbagai festival di Australia lalu bergabung dengan mainteater melbourne, dan mendapat anugerah "The Melbourne Fringe Theater Award" serta dicalonkan sebagai "Green Room Award Australia". Pada tahun 2000, ia mengikuti pertemuan atau kursus "International Forum for Theater Worker" di Berlin, Jerman. Tahun 2005, mendapat beasiswa dari International Theater Institut Germany untuk magang di kelompok Theater musical "Triebwerk Theater-Hamburg" selama 4 bulan. Pada tahun 2004, ia mengikuti The London International Festival of Theater. Ia juga pernah mengikuti bengkel-bengkel workshop seperti Dramatugi (Manfred Bachmayer & Manfred Linke), Stage Design (Wolf Wanninger), Voice dan Jogling, Puppet, Commedia del Arte (Allesandro Marchetti) dan Acting di Bandung, Jakarta, Melbourne dan Berlin. Mengajar seni drama di Cultural Center University Malaya-Kuala Lumpur dan sutradara tamu pada kelompok Sumunda Theater Company-Kuala Lumpur. Tahun 2007 menggarap The wind B minor dipentaskan di La Mama dalam rangka 40 th Exploration dan Fitzroy Town Hall. Dan awal tahun 2008 menyutradarai Kata-kata WOT ANGIN dalam rangka merespon karya Sunaryo dan Djuandi. Sekarang ia mengajar di Voice Training di Jakarta, Acting for Singer di Gita Svara, Acting for Film and TV di Tikar School of Acting,Creative team di Tikar Production dan menjadi Sutradara Teater di mainteater bandung.

falk richter

Falk Richter, penulis naskah ELECTRONIC CITY, adalah seorang yang multitalentis, dia tidak hanya menulis dan mementaskan drama-drama, tapi juga memberikan wawancara dan mempublikasikan karangan-karangan yang didalamnya mengungkapkan makian-makian anti neoliberalisme dan globalisasi. Dia juga menentang dimulainya perang Irak dan keadidayaan Amerika, meremehkan CNN dan film-film perang Amerika. Seorang kontemporer yang kritis yang selalu berjuang lokal dan berpikiran global. Dia selalu menginginkan dunia yang lebih baik.





Ciri khas Falk Richter adalah sikap dingin yang penuh analisis, di mana bahasanya mengumpulkan seni yang menyesuaikan diri dengan dunia bisnis dan dunia perantara yang penuh kritik. Dan itu setiap saat bisa jatuh antara penggambaran kesadaran permukaan ke dalam susunan ilusi (khayalan). Antara khayalan, kegilaan dan permukaan yang bersih dari keadaan normal yang dingin dan teratur rupanya tidak terdapat batas sama sekali.

Tema-tema cinta diantara hubungan kemanusiaan, saling menarik empati melalui DAS SYSTEM –bagaimana hubungan diantara para tokoh? Apakah kita melihat manusia atau orang-orang pembawa ideologi di atas panggung? Apakah akan menunjukkan cara bagaimana Falk Richter menulis tulisan yang realistis –atau bagaimana menggambarkan hubungan antara pengamatan, fiksi (khayalan) dan spekulasi (dugaan).

Rasa takut adalah motif dan penggerak utama. Di dalam tokoh-tokoh yang Falk Richter tulis, pribadi yang baru terbuka adalah seorang yang sangat depresi, karyawan yang sangat fleksibel dengan jati dirinya, yang bertindak dan hidup di depan lensa kamera imajinernya. Mekanisme dari rasa takut. Menggambarkan sesuatu dari rasa takut dan fantasi yang bergerak. Itu sangat realistis. Itu memang agak berlebihan dan oleh karena itu agak realistis. Falk Richter mengamati manusia dalam situasi-situasi, yang rasa takut tersembunyi di dalamnya menembus ke permukaan. Ketika dalam situasi-situasi dan ruang-ruang seperti bandara-bandara, menara-menara perkantoran dan deretan hotel-hotel tua, ketakutan masa kecil menembus seperti sesuatu yang meninggalkan, tidak dimiliki dan tidak dilihat, dunia melebur untuk perseorangan. Momen-momen ini bukan saja lebih irit, tapi juga menghadirkan keterasingan bagi tokoh-tokoh, pengalaman luar biasa dari rasa ‘dingin’ dan ‘kosong’, dari kemustahilan metafisik. Dalam dialog-dialog, konflik sering dilatihkan menjadi ketidakjelasan dan kegelian, diluar batas kebenaran-kebenaran yang realistis, yang juga banyak ditertawakan oleh Falk Richter. Tapi di dalam monolog-monolog, situasi-situasi tersebut dikeluarkan untuk motif utama Falk Richter, tentang hilangnya empati sebagai bencana dunia modern, pada Di Bawah es (Unter Eis) tentang titik menggelikan dalam pandangan gelap seseorang, dan dunia tak berperikemanusiaan yang tetap sama. PARANOIA Falk Richter dapat diandalkan.

konsep karya

Dalam pementasan ini, kami menggabungkan antara video art dan seni peran. Secara general, konsep visual multimedia yang ditampilkan adalah sederhana dalam bentuk namun memiliki lapisan makna yang bertumpuk sebagai perakilan masing-masing adegan.

Mengenai konsep artistik Di Bawah Lapisan Es, akan ada sebuah meja berukuran 2x6 meter yang menjadi tempat konferensi keempat tokoh yang menginginkan membangun sebuah dunia lain yang baru yang mereka ciptakan sendiri, yakni produk ekonomi yang mengarah pada kapitalisme. Mereka memikirkan cara bagaimana menarik konsumen untuk masuk ke dalam sistem kapitalis mereka. Mereka sanggup menanggung resiko, dan dunia akan dihancurkan untuk diganti dengan dunia kapitalisme mereka. Pada akhirnya, meja yang dipakai konferensi oleh keempat tokoh akan menjadi area bermain (panggung), yang dijatuhi oleh es batu. Unsur gerak (tari) akan menjadi bagian dalam pementasan ini juga.

Keinovasian dalam karya dilihat dari perpaduan antara film (multimedia) dan seni peran tidak hanya kolase, tapi mengantarkan peristiwa. Video art dalam Di Bawah Lapisan Es bukanlah sesuatu yang artifisial-tempelan atau penanda adegan semata, namun lebih sebagai pencipta ruang bagi cerita itu sendiri, kadang bertindak sebagai latar belakang pendukung suasana, kepanjangan dari adegan di panggung, sebagai media interaktif antarpemeran, kadang sebagai satu-satunya elemen peran, interaksi antara dialog di panggung (on stage) dan di layar (on screen), memberi makna, dan sebagai penjelas adegan yang ada di panggung. Dalam hal ini multimedia menjadi bagian penting dalam pertunjukan karena ia benar-benar menjadi a part of.

sekilas tentang naskah

Di Bawah Lapisan Es menjadi kolaborasi kedua kalinya antara mainteater dan kineruku (komunitas film independen), setelah sukses mementaskan Electronic City di empat kota, yang merupakan bagian bagian pertama dari tetralogi Das System. Di Bawah Lapisan Es sendiri adalah naskah kedua setelah Electronic City. Setelah itu ada Hotel Palestine dan Amok yang ditulis oleh pengarang namun masih dalam rangkaian tetralogi Das System.

Di dalam kehidupan kita, Das System merupakan sistem Barat, sistem perekonomian, sistem metasistem dari perekonomian, perang, dan produksi image. Das System adalah sebuah gambaran yang mengingatkan kita pada era ’68, keradikalan politik, posisi-posisi di luar ekstra parlementer. Ia merupakan sebuah tema yang di dalamnya terdapat asosiasi-asosiasi.

Di Bawah Lapisan Es berbicara tentang dunia kapitalisme yang menyebabkan krisis perekonomian secara global. Hal ini tersebut saat ini sedang melanda dunia saat ini, sehingga nilai interteksnya akan menjadi sangat korelatif.