Selasa, 21 April 2009

proses dan proses

Teks Di Bawah Lapisan Es berisi kumpulan dialog-dialog dan monolog. Dialog hanya ditemui dalam beberepa scene. Sedangkan monolog mendominasi naskah Di Bawah Lapisan Es.

Rasa takut adalah motif dan penggerak utama. Di dalam tokoh-tokoh Di Bawah Lapisan Es, pribadi-pribadi tokoh adalah seorang yang sangat depresif, manager yang sangat fleksibel dengan jati dirinya, yang bertindak dan hidup di depan lensa kamera imaginernya.
Mekanisme dari rasa takut, menggambarkan sesuatu dalam ketakutan dan fantasi yang bergerak. Memang sangat berlebihan tetapi sangat realistis.

Situasi-situasi dan ruang-ruang seperti bandara-bandara, menara-menara perkantoran dan deretan hotel-hotel, ketakutan masa kecil menembus seperti sesuatu ´yang tertinggal´ menjadi sesuatu yang tidak dimiliki dan tidak dilihat. DUNIA MELEBUR UNTUK PERSEORANGAN!!!
Momen-momen tersebut menghadirkan keterasingan bagi tokoh-tokoh, pengalaman luar biasa dari rasa dingin dan kosong, dari kemustahilan metafisik.

Dalam dialog-dialog, konflik sering mengutarakan ketidakjelasan dan kengerian diluar batas-batas kebenaran yang realistis. Monolog-monolog dalam naskah yang terjadi bercerita tentang hilangnya empati yang terjadi di dalam dunia modernisme.

Di Bawah Lapisan Es adalah sebuah naskah yang bercerita tentang titik menggelikan dalam pandangan gelap seseorang dan dunia yang tak berperikemanusiaan. Sistem kapitalis telah terbentuk. Menciptakan dunia yang baru adalah mungkin.

pemeran

Berlaku sebagai aktor dalam pementasan Di Bawah Lapisan Es:


1. Sahlan Bahuy sebagai Paul Niemand
2. Puspita Hadiati sebagai Aurelius Glasenapp
3. Deden Syarip sebagai Karl Sonnenschein
4. Valent sebagai Bocah









Tokoh Paul Niemand berbicara tentang eksistensi dirinya. Paul Niemand merasa tidak ada seorangpun yang memperhatikan dirinya, tak ada seorangpun yang mengajaknya berbicara. Dunia seolah-olah membeku. Setiap monolog-monolog yang dibawakannya menyimbolkan keterasingan. Dia merasa hanya dia sendirilah yang berada di dunia ini. Kesepian yang membut jiwanya beku.

Karl Sonnenschein adalah seorang manager muda yang sangat agresif dalam memperjuangkan kebenaran kapitalis, seorang konsultan yang juga berbicara banyak hal tentang politik dan peranan media masa. Menciptakan dunia yang lain(dunia kapital) adalah mungkin.

Aurelius Glasenapp yang mengalami sindrom imajinasi, mentransformasikan benda menjadi sesuatu yang hidup. Yang bila didalami juga merupakan isme materialistis (materialis dan realistis).
Dia membayangkan benda-benda bergerak dengan sendirinya. Dia seolah-olah melihat televisi dan mobil sedang berbelanja ke Shoping Mal untuk membeli keperluan mereka: Boneka, Poster, vcd dll. Mobil dan televisi juga membeli cinta, perdamaian dunia sinar matahari dan persaudaraan.
Aurelius Glasenapp melihat Yesus berjalan-jalan dengan mobil dan televisi. Bersama-sama mereka menerangi kerajaan gelap.
Manusia sudah tidak memiliki kebahagiaan. Hanya bendalah yang berbahagia.

Tokoh Bocah datang dengan membacakan inflasi saham dan perusahaan-perusahaan besar dunia yang telah dan nyaris hancur. Si Tokoh Bocah juga merasa sedih dan asing akan kehidupanya. Tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Dia kesepian di dunia ini.

diskusi naskah (perekonomian)

Persiapan dalam mementaskan naskah Di Bawah Lapisan Es, dilengkapi dengan diskusi dengan para ahli di bidangnya, yang tentunya memiliki korelasi dengan tema pementasan. Diskusi mengenai masalah perekonomian dan kapitalisme dilakukan hari Senin, 13 April 2009, di ruang rapat Jurusan Ekonomi Universitas Padjajaran. Diskusi bermula pukul 10.00 – 12.30 WIB bersama Syaiful Rahman Soenaria (Dosen Ekonomi Unpad) dan Dian Ekawati (Dosen Sastra Jerman Unpad).

Diskusi membahas masalah prinsip dasar ekonomi dan kapitalisme. Juga istilah yang ekonomi terdapat dalam naskah (yang pada awalnya mejadi sangat asing) dikaji dan dibahas bersama-sama, sehinga tim yang terlibat mengetahui betul mengapa istilah itu digunakan/dipilih oleh penulis. Sebab kata-kata menjadi tidak hanya menjadi pertanda, tetapi juga ia menjadi penanda terhadap suatu hal.














Rabu, 15 April 2009

Penerima Hibah Seni Kelola - Hivos

13 Karya Seni Pertunjukan Meraih Hibah Seni Kelola-Hivos 2009

Sebanyak 61 proposal karya sudah melewati tahapan seleksi program kompetitif, Hibah Seni Kelola – Hivos oleh tim panelis pertengahan Februari 2009. Hasilnya, telah diputuskan 13 karya seni pertunjukan hasil kreativitas pekerja seni dari seluruh penjuru Indonesia berhak mendapatkan kesempatan untuk didanai.

Proses Seleksi

Proses seleksi Hibah Seni merupakan keputusan kolektif dari sebuah tim seleksi yang terdiri atas orang-orang dari komunitas kesenian yang dinilai memiliki kompentensi dalam bidangnya. Anggota tim seleksi selalu berganti tiap periodenya sehingga diharapkan penilaian yang diambil akan selalu dinamis, multi sisi dan tidak stagnan.

Seluruh proposal diterima dengan batas akhir penutupan 25 Desember 2008 (cap pos) dan dikirimkan kepada tim seleksi untuk diperiksa dan dinilai oleh masing-masing anggota Panel Seleksi. Pada tanggal 18 – 19 Februari 2009 diadakan pertemuan tim seleksi, dimana semua hasil pilihan dikumpulkan dan direkapitulasi. Pada pertemuan ini semua bahan pendukung audio/visual yang dikirimkan pelamar dilihat bersama untuk menjadi bahan pertimbangan. Dari hasil rekapitulasi penilaian dan setelah menyaksikan semua bahan pendukung dihasilkan nominasi yang kemudian didiskusikan lagi untuk akhirnya menentukan para Penerima Hibah.

Pada seleksi Hibah Seni XVII ini jumlah anggota tim seleksi adalah 5 orang, 1 orang merupakan wakil dari Kelola.

Anggota Tim Seleksi Hibah Seni XVII
(disusun menurut abjad)

1. Agung Setyadji (Teater, Jakarta)
2. Amna S. Kusumo (Kelola, Jakarta)
3. Elly Luthan (Tari, Jakarta)
4. Jabatin Bangun (Musik, Jakarta)
5. Nano Riantiarno (Teater, Jakarta)

Jumlah dan Komposisi Proposal yang Masuk
Pada periode ini keseluruhan proposal yang masuk berjumlah 61 buah proposal, dengan komposisi berdasarkan kategori kegiatan sebagai berikut :

1. Karya Inovatif (27 pelamar)
2. Pentas Keliling (34 pelamar)

Penerima Hibah

Pada periode ini terpilih sebanyak 13 Penerima Hibah (disusun menurut abjad), sebagai berikut :

A. Karya Inovatif

1. CAN MACANAN KADUK, tari, karya ADINDA MIRANTI, Jember.
Sebuah karya tari kontemporer dengan berangkat dari kesenian rakyat di Jember yaitu Can Macanan Kaduk. Sebuah kesenian rakyat bernuansa Madura yang dikemas menyerupai jathilan di Jawa Tengah. Adinda, koreografer ingin memperkenalkan lagi kesenian rakyat tersebut sebagai pengingat dan menjadi lebih cinta kesenian rakyat dengan konsep yang baru baik dari sisi nuansa musik hingga alur cerita.

2. INTERUPSI JAMBAL ROTI, teater, karya BENNY YOHANES, Bandung.
Pertunjukan ini memadukan narasi dramatik dengan seni instalasi. Hasilnya, oleh Benny Yohanes disebut juga sebagai Site Installation Theatre, di mana panggung akan disajikan sebagai sebuah situs instalasi bukan sebagai panggung konvensional. Sementara karyanya bermula sebagai respon interpretatif terhadap serial lukisan karya Diyanto yang bertajuk Logico Interuptus yang menggagas makna interupsi. Eksperimen memadukan narasi dramatik dengan seni instalasi dianggap sebagai salah satu potensi kreativitas untuk melahirkan kembali sebuah karya rupa ke dalam bahasa seni pertunjukan.

3. MATRILINI, teater, karya KOMUNITAS SENI HITAM PUTIH, Padang.
Pentas ini mengangkat isu tokoh perempuan dalam konteks prosesi adat dan budaya Minangkabau yang tergambarkan dalam kaba Minangkau. Ia ditempatkan pada limpapeh rumah nan gadang dan diibaratkan sebagai pondasi dari sebuah bangunan. Tokoh Sabai Nan Aluih, Bundo Kanduang dan Gondan Gandoriah mempertegas peran perempuan hingga diberi ruang yang utama. Namun ada pemahaman yang bergeser akibat bias perjuangan gender tersebut terutama karena arus patriarki yang semakin keras dan menyebabkan pincangnya posisi perempuan.

4. HORIZONTAL, GARIS YANG HILANG, teater, karya KOMUNITAS SENI INTRO, Payakumbuh.
Ketertekanan anak didik di sekolah menjadi hal yang menarik untuk dipikirkan. Mereka yang manusia dicekoki dengan hapalan dan dipaksa mereplika orang lain tanpa memertimbangkan kedirian mereka. Garapan teater kali ini mengunakan metode trial and error artinya bahwa proses mnegjawantahkan dari dialog-dialog tersebut mesti melewati fase bongkar pasang dalam keseluruhan alur peristiwa pertunjukan.

5. DI BAWAH LAPISAN ES, teater, karya MAINTEATER BANDUNG, Bandung.
Di Bawah Lapisan Es adalah karya kolaborasi kedua antara mainteater Bandung dan dan Kineruku (komunitas film independen) setelah sukses mementaskan Electronic City yang merupakan bagian pertama dari tetralogi Das System. Sementara Di Bawah Lapisan Es sendiri adalah naskah kedua. Pementasan ini akan menggabungkan antara video art dan seni peran. Naskah ini merupakan respon terhadap perekonomian global yang ditulis tahun 2002 namun masih relevan hingga sekarang.

6. TUMADHAH, tari, karya RADITYA ART COMMUNITY, Solo.
Kelompok ini mencoba menuangkan sebuah ritus kesuburan dalam sebuah pergelaran tari tradisi yang samapi saat ini masih dilaksanakan. Ritus ini mempertemukan dua benda berlainan Yaitu lingga dan yoni yang saat ini masih diselenggarakan oleh sebagian komunitas pedesaan dengan mempergelarkan wayang kulit, tayup maupun sholawatan. Ritus kesuburan yang diselenggarakan di daerah perkotaan akan dituangkan dalam dua buah karya tari yaitu Srimpi Kembang Mara yang dipersonifikasi sebagai lingga, serta Lawung Kasenopaten yang dipersonifikasi sebagai yoni.

7. SATU LAWAN SATU, teater, karya TEATER EMBRIO LOMBOK, Mataram.
Kelompok ini mengangkat kelebihan dan keunikan seni teater tradisi melalui eksplorasi komprehensif untuk kemungkinan pengembangan. Pada pentasnya nanti, Teater Embrio akan menghadirkan tokoh lakon teater modern dengan karakter dan roh teater tradisi (Sasak, Lombok) Kemidi Ruad lengkap dengan pola akting tubuh stakatonya. Mereka akan mengusung tema tentang kekuatan dan keberanian individual dalam menghadapi setiap peristiwa yang terjadi baik dalam lingkup sederhana maupun berskala kenegaraan.

8. BERTIGA, teater, karya TEATER GARDANALLA, Yogyakarta.
Pentas yang dilengkap dengan workshop penyutradaraan drama realisme satu babak ini akan ditampilkan dalam monolog. Jika dalam drama realisme satu babak konvensional perspektif karakternya terasa kabur dan subtil, perspekstif dalam Bertiga justru akan lebih terstruktur, cut to cut dan lancar terkoneksi. Monolog ini akan membuka sedikit demi sedikit karakter dan perspekstif yang mereka tampilkan.

9. 90 MENIT YANG HILANG DARIMU, teater, karya TEATER SATU, Bandar Lampung.
Karya Sitok Srengenge ini akan ditampilkan sebagai pertunjukan Teater Puisi berdasarkan kerja kolaborasi antara seniman-seniman teater, sastrawan, tari, multimedia, seni rupa dan musik yang berasal dari Teater Satu Lampung dan Jakarta. Lakon ini di digarap dua tim, tim Teater Satu Lampung akan mengeksplorasi naskah dan pemeranan dibawah arahan sytradara Iswadi Pratama dan akan dipentaskan di Bandar Lampung. Sementara di Jakarta, di bawah arahan Sitok Srengenge, pentas ini akan melibatkan Hartati (koreografer), Cecil Mariani (video art), Seno Joko Suyono (skenografer), Clink (penata cahaya) dan para actor sekaligus pemusik dari Teater Satu.

B. Pentas Keliling

1. PUISI TUBUH, tari, karya ALI SUKRI, Padang.
Karya tari Puisi Tubuh bercerita tentang fenomena manusia dalam menghadapi kehidupan secara global. Zaman postmodern telah menghilangkan batas Antara ruang private dengan ruang publik. Berangkat dari tubuh secara fisikal, yaitu bentuk anatomi dan ruang gerak dan imajinasi. Pentas ini akan mengungkapkan ekspresi dan rasa pada tubuh yang sakit sekaligus juga tubuh yang kuat.

2. AIR, teater, karya KOMUNITAS CCL LEDENG BANDUNG, Bandung.
Persoalan alam merupakan persoalan yang senantiasa kontekstual. Isu ini perlu diangkat sebagai bentuk penyadaran soal lingkungan. Persoalan alam yang bertolak dari air bisa memunculkan masalah sosial, budaya dan ekonomi. Pentas ini akan menghadirkan air dalam bentuk sesungguhnya sekaligus air dalam imagi kreatif. Sementara dari sisi artistik, mereka juga akan menggandeng seniman perupa dengan olahan mutimedianya.

3. TARI PANJI, TARI PAMINDO, TARI RUMYANG, TARI TUMENGGUNG, TARI KLANA dan TARI KLANA UDENG, tari, karya SANGGAR MULYA BHAKTI, Indramayu.
Pentas keliling tari topeng, sebuah karya seni warisan budaya ini dipentaskan sebagai program pelestarian seni tradisi Indramayu. Pentas ini akan diselenggarakan di tempat-tempat yang masih kuat memegang tradisi hajat desa atau hajat tradisi masyarakat Mapag Sri, Sedekah Bumi dan Kunjungan. Selain memeriahkan, pentas ini dimaksudkan supaya lebih mengenalkan kembali tradisi tari topeng yang berkaitan dengan tradisi masyarakat desa.

4. WU WEI DAN SIAPA NAMA ASLIMU, teater, karya KOMUNITAS BERKAT YAKIN, Bandar Lampung.
Karya ini merupakan penggambaran kehidupan manusia yang merindukan “rumah” : kampung halaman, keluarga, perjalanan menuju diri. Pementasan ini menggambarkan sebuah kondisi di mana individu-individu menjumpai dirinya melakukan perjalanan yang disadari sebagai perjalanan irasional. Kerinduan untuk kembali menikmati kehangatan “rumah” yang sudah lama ditinggalkan merupakan sebuah realitas yang sifatnya personal akan tetapi dirasakan sebagian besar masyarakat kita saat ini.

Sabtu, 11 April 2009

latihan 11 April

Latihan di hari Sabtu, 11 April 2009 di Balai Bahasa Bandung, setiap pemian berlatih secara parsial dan mengelompok. Dialog demi dialog saling bersahutan dan membuat alur yang mengalir, tentu dengan arahan sutradara.